Motto

Never Think to STOP and Never Stop to THINK
Because EVERYTHING IS POSSIBLE IF YOU WANT AND TRY

Kamis, 22 Maret 2012

This Post in wrote by My brother "Andrio"

What Do NGOs Bring to Peacemaking?

Paper ini membahas tentang jenis-jenis NGO yang memiliki peran aktif dalam proses penyelesaian konflik, kemampuan (power) yang dimiliki dan kerjasama NGO dengan pihak lainnya yang terlibat dalam upaya resolusi konflik. Referensi yang digunakan adalah buku Turbulent Peace: The Challenges of Managing International Conflict. Buku ini disusun oleh Chester A. Crocker, Fen Osler Hampson dan Pamela Aall. Jika ditilik lebih dalam, pembahasan ini mengacu pada intervensi non military yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
NGO merupakan aktor yang relatif baru dalam hubungan internasional. Organisasi ini diartikan sebagai institusi swasta, memiliki aturan sendiri dan tidak bersifat mencari laba (non profit organization). Kegiatan NGO meliputi memajukan pendidikan, kesehatan, perkembangan ekonomi, perlindungan alam, HAM dan resolusi konflik; mendorong pembangunan institusi demokratis dan civil society. Sebagai institusi swasta, biaya untuk melaksanakan kegiatan didapatkan dari sumber dana pribadi dan publik. Organisasi ini memiliki beberapa karakteristik yaitu tidak memiliki status resmi dari pemerintah, merupakan jembatan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat (sebagai pembela kepentingan masyatrakat dan pelaksana kebijakan pemerintah), bersifat independen, dan memiliki pengaruh terhadap pemerintah dan IGO (Inter Governmental Organization).
NGO beroperasi di tingkat internasional dan lokal. NGO internasional beroperasi di lebih dari satu negara dan NGO lokal beroperasi hanya di satu negara, daerah atau desa. Dalam usaha penyelesaian konflik, NGO internasional akan bekerja sama dengan NGO lokal. Keterlibatan NGO dan perannya dalam penyelesaian konflik, dapat dilihat dari tiga bidang NGO yaitu bidang kemanusiaan, hak asasi manusia dan resolusi konflik. Dengan demikian, NGO bukanlah organisasi yang powerless.
Joseph S. Nye menyatakan bahwa power yang dimiliki NGO cenderung bersifat soft power. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan NGO untuk memaksa pihak lain menuruti ide dan keinginannya memalui hukuman atau penghargaan (hard power). NGO hanya memiliki power ketika ada keinginan yang sama diantara pihak yang bersengketa dan NGO. Jeffrey Z. Rubin menegaskan bahwa ada enam hal yang mempengaruhi kemampuan mediator dalam menyelesaikan konflik. Dua diantaranya adalah memaksa pihak lain melalui hukuman dan penghargaan (hard power). Empat lainnya yaitu legitimate power (legitimasi diperoleh dari pihak yang bersengketa), referent power (hubungan antara mediator dan pihak yang bersengketa), expert power (pengetahuan dan kemampuan dalam menyelesaikan konflik), informational power (pembawa informasi). Empat teori Rubin ini yang disebut oleh Joseph S Nye sebagai soft power yang dimiliki oleh NGO.
Soft power yang dimiliki NGO harus bisa dioptimalkan melalui kerjasama dengan pihak lain dalam penyelesaian konflik seperti perwakilan PBB (diplomasi) dan pasukan perdamaian (militer). Untuk menyatukan gerak langkah antara NGO dan pihak militer, dibentuklah Civil-Military Operation Centers. Lembaga ini dibentuk agar ada tujuan bersama dalam melaksanakan operasi. Efek yang diberikan sangat besar. Operasi di Iraq dan Somalia memperlihatkan bahwa kerjasama yang dibangun NGO dan personil militer, mempermudah pengiriman bantuan kemanusiaan di zona konflik yang berbahaya.
Kesimpulan
NGO sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah, memiliki peranan penting dalam penyelesaaian konflik. NGO memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk bertindak sebagai mediator karena kedekatannya dengan kelompok grassroots. Hal ini akan mendukung pencapaian perdamaian hingga menyentuh akar permasalahan. NGO tidak bergerak secara independen dalam usahanya menyelesaikan konflik. Kerjasama NGO dengan pihak lain akan sangat menentukan dalam penyelesaian permasalahan.

Tidak ada komentar: